Jumat, 18 Mei 2012

Memantau Pilgub NTB 2013

                                      
Genderang perpolitikan di NTB sudah mulai terdengar. Para ahli ilmu politik dan segenap politisi diserentakkan seperti dibangunkan dari tidur panjang untuk memberi respons. Aneka pemikiran pun bermunculan. Dan dari sejumlah partai politik sudah mulai melakukan promosi atas bakal calon terbaik untuk memperebutkan kursi gubernur di pilgub NTB yang akan berlansung Mei 2013. Bakal calon gubenur pun masih di ungguli oleh gubernur incumbent Dr. Zainul Majdi untuk saat ini. Dari sejumlah figur di usung partai lain belum menunjukkan diri. Sementara bakal calon wagub (cawagub) sudah banyak dari partai yang bermunculan diantaranya, Wagub incumbent Badrul Munir, Moh. Amin (sekertaris DPD Golkar) H. Husni Djibril (sekertaris DPD PDI Perjuangan), dan Jamilludin Malik (Ketua DPC Hanura Sumbawa). Belum tambah lagi dengan figur-figur partai lain. (Lombok Post, 16/4/2013).

Sikap dari beberapa partai ini pun menjadi tema yang harus dibicarakan penting dalam konteks ke NTB-an, kita seolah-olah sedang berhadapan dengan situasi baru yang lebih terbuka, lebih bebas berbicara, lebih leluasa mempersoalkan perkara penting ini. Seolah-olah kita ini mahluk baru di dunia politik kita. Situasi ini mungkin dipandang telah cukup matang buat bicara lebih mendasar. Apa yang dulu peka sekarang barangkali tak dirasa terlalu peka sekali.

Tak heran jika di sejumlah pojok kampus, kantor LSM, dan warung makan untuk membicarakan perkara pilgub pula. Seakan mereka merasa terpanggil. Dan itu benar. Itu tandanya mereka, sebagai warga negara, merasa bertanggung jawab atas segenap persoalan kemasyarakatan dan kenegaraan di NTB dalam jangka masa depan. Kita perlu berpikir adalah mereka warga negara yang baik. Pilgub, dengan semangat dan penuh rasa bangga kita sebut sebagai “Pesta demokrasi” itu mulai dipersoalkan hendak menjadi pesta yang adil. Makna adil di sini tentu saja jelas, bahwa pilgub jangan sampai lagi dan lagi cuma hannya memenuhi ritus demokrasi.

Ritus memang ada dimana-mana, dibidang apa pun yang seperti dalam agama menghendaki kerutinan. Rutinitas tidak jelek. Tapi bila rutinitas itu yang dijadikan jiwa dan inti persoalan, ia pasti tidak akan memuaskan. Seperti dalam agama, dalam politik pun rutinitas cuma kulit. Dilihat dari sudut hukum mungkin sah-sah saja. Begitu juga dengan persoalan pilgub kita. Sekarang kita berpikir, berharap dan juga melakukan upaya, agar pilgub kita makin bersih. Ia tak cuma memenuhi formalitas.

Bersih dari kecurangan  
Bersih dalam  pengertian apa? Mungkin bersih dari prilaku curang, bersih dari tekanan. Bersih dari rasa kecewa. Semua pihak, pendeknya, saat menjadi saksi, menjadi panitia pengawas pelaksanaan pilgub dan bertanda tangan, semoga tanda tangan itu menorehkan tanda tangan di atas kertas bersih. 

Pilgub bersih seperti apa lagi? Bersih karena lega, dan iklas bukan karena adanya rasa takut atau terpaksa. Dengan begitu secara hukum, sah secara politisi dan sah secara moral.
Dimana pikada yang bersih itu? Dimana pilgub yang bebas sama sekali dari kecurangan? Jika sikap mutlak-mutlakan yang kita tuntut mungkin, kita  akan kecewa, dimana pun kita, mungkin tidak akan  menemukanya. 

Tapi bukankah sebagai daerah kita makin dewasa dan karena itu wajar mengusahakan bersama perbaikan demi perbaikan kualitas hidup ke NTB-an kita termasuk dalam persolaan pilgub 2013 yang tinggal di menunggu waktu. Tentu saja kita wajib mengarahkan ke situ. Karena kita punya petugas politik penting yang mesti dipenuhi di satu bidang. Dan tugas ini mungkin tak bisa di tunda-tunda. Apa pun alasanya.
Oleh kaerna itu niat baik kita semua untuk mengwujudkan pilgub yang adil, jujur dan transparansi merupakan langkah positif dalam kehidupan berpolitik kita di NTB. Pemikiran kita yang semacam ini merupakan cerminan atas kesadaran sebagai bentuk kita bermasyarakat dan bernegara. Biar langkah menwujudkan demokrasi tak tersendat-sendat. Upaya menyebarkan itu di kesemua wilayah di NTB, buat membentuk kesadaran dan sikap yang lebih tegas dan memihak pada keadilan. 

Jika salah satu pihak yang tidak merasa cocok dengan langkah ini, sudah pasti kita tidak akan keberatan. Kita membuka dialog. Kita bersama mencoba mencari ukuran-ukuran bersama yang bisa diterima semua kalangan. Tentunya dalam usaha ini, para aktivis mahasiswa, LSM dan masyarakat tentu saja sedang membayangkan berfungsinya proses kontrol sosial-politik agar yang bengkok diluruskan, sedangkan yang kurang perlu kita tambahkan bersama.

Kita tak mengada-ada tak sekedar bermimpi. Tindakan bertumpu pada realitas sosial-politik kita yang menunjukan, betapa lemahnya arti kontrol itu. Atau mungkinkah penyelengara negara, para pemegang kekuasaan mungkin lebih senang dengan situasi seperti itu berhenti tanpa diganggu kehendak untuk berubah. Dan orang bayak punya hak bahkan wajib menyumbangkan pemikiran mereka demi menwujudkan pilgub yang berkeadilan. Seperti disebut diatas perbaikan-perbaikan kualitas hidup kita. Juga hidup dibidang politik kita.

Politik yang sehat bukan hannya harus tercermin dalam pemerintahan yang kuat. Juga tidak Cuma terwujud dalam stabilitas. Pemerintah kuat, negara stabil, tujuan kita semua. Tapi kuatnya pemerintah,stabilnya negara baru punya arti penting bila rakyat pun kuat.. menjadi impian dan tujuan kita bersama dalam menwujudkan pilgub 2013 NTB yang lebih adil, jujur dan transparansi. Wallahu a’lam bisawab….(Ahyar)

Tidak ada komentar: